Sabtu, 06 Agustus 2011

Hewan Kurban Bina Dhuafa Indonesia


Hewan untuk kurban harus memenuhi syarat karna Secara historis ibadah ini merupakan modifikasi dari pengorbanan Nabi Ibrahim yang bernadzar (berjanji) akan menyembelih putranya (Nabi Ismail) sebagai bentuk persembahan untuk Tuhannya. Walaupun pada akhirnya Allah SWT mengganti ritual pengorbanan itu dengan binatang ternak.
Semangat totalitas pengabdian yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim merupakan salah satu hikmah yang dapat kita ambil dari sejarah ini. Pun hal itu berhubungan dengan sesuatu yang sangat kita cintai. Dan, Nabi Ibrahim telah memberikan tauladan kepada kita bahwa perintah Tuhan adalah segala-galanya.  
Dalam perspektif sosial ibadah qurban juga dapat dinilai sebagai “ibadah
horizontal” yang mengandung pesan untuk selalu menebar-menebarkan rasa keberbagian kepada sesama. Terlebih untuk orang-orang yang “tidak seberuntung” dengan kita.
Agar makna dan pahala ibadah qurban kita dapatkan sebagaimana mestinya kita mesti mengetahui aturan syariat yang berhubungan dengan ibadah ini karena setiap ibadah baru dapat diterima oleh Allah SWT ketika dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan-aturan syariat yang telah ditetapkan-Nya. Khususnya mengenai ketentuan-ketentuan hewan ternak yang dapat kita jadikan sebagai hewan qurban.
Berikut adalah ketentuan-ketentuan syariat yang harus dipenuhi oleh para pequrban:
a. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi, kambing, dan domba.
b. Telah sampai usia yang dituntut syariat berupa jazaah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
1. Ats-tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun.
2. Ats-tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun.
3. Ats-tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun.
4. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan.
c. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu seperti apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Cacat yang dimaksud adalah :
1. Buta sebelah yang jelas/tampak.
2. Sakit yang jelas.
3. Pincang yang jelas.
4. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang. Dan, hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini sehingga tidak sah berkurban dengannya. Seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, atau pun lumpuh.
d. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
e. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya dibagi.
f. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya tidak sah.
Hewan Kurban yang Utama dan yang Dimakruhkan 
Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. Jika penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing biasa, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.
Yang paling utama menurut sifatnya adalah hewan yang memenuhi sifat-sifat sempurna dan bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Di antaranya:
a. Gemuk.
b. Dagingnya banyak.
c. Bentuk fisiknya sempurna.
d. Bentuknya bagus.
e. Harganya mahal.
Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah:
a. Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
b. Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti misalnya putting susunya terputus.
c. Gila.
d. Kehilangan gigi (ompong).
e. Tidak bertanduk dan tanduknya patah.
Ahli fiqih juga telah memakruhkan Al-Adbhaa’ (hewan yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al Muqaabalah (putus ujung telinganya), Al Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), Asy Syarqa’ (telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), Al-Kharqaa (sobek telinganya), Al Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), Al Batraa (yang tidak memiliki ekor), Al Musyayya’ah (yang lemah) dan Al Mushfarah (yang putus seluruh telinganya atau yang kurus)
Bagi para pequrban yang ingin membeli hewan qurban yang sehat dan baik ada beberapa ketentuan-ketentuan yang dapat diperhatikan, seperti berikut ini :
a. Ternak yang sehat dapat dicirikan dari bulunya yang tampak mengkilat dan bersih. Bulu tersebut tidak berdiri dan kusam. Matanya bersinar (jernih). Ternak yang sehat sangat mudah dilihat dari cara makan dan minumnya. Bila konsumsi makan dan minumnya baik (lahap), hewan tersebut sehat.
b. Bentuk tubuhnya harus standar. Pengertian standar untuk sapi, tulang punggungnya relatif rata, tanduknya seimbang, keempat kakinya simetris, dan postur tubuhnya ideal. Postur tubuh ideal yang dimaksud, misalnya kombinasi perut, kaki depan dan belakang, kepala, dan leher seimbang. Selain itu, dapat pula dilihat pada bagian mulut. Apabila mulutnya basah sekali sehingga air liurnya banyak keluar, atau tampak di mulutnya terdapat bintil-bintil berwarna merah, tentu hewan tersebut harus diwaspadai. Mungkin mengidap penyakit. Adapun ternak yang cacat adalah karena salah satu bagian dari tubuhnya hilang atau rusak. Misalnya tanduknya patah sebelah, tulang kakinya patah.
c. Umurnya telah sesuai dengan disyariatkan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui umur ternak antara lain adalah melihat catatan kelahiran ternak tersebut, yaitu dengan bertanya kepada pemiliknya, atau dapat dilihat dari gigi ternak tersebut. Jika gigi susunya telah tanggal (dua gigi susu yang di depan), itu menandakan ternak tersebut (kambing dan domba) telah berumur sekitar 12-18 bulan, sedangkan sapi sekitar 22 bulan.
Semoga ibadah qurban kita tahun ini diterima oleh Allah SWT. Hari raya qurban
merupakan saat yang tepat untuk berbagi bagi sesama. Di masa yang serba sulit ini, ibadah qurban diharapkan tidak hanya bernilai ritual semata, tetapi yang lebih utama dari itu.
Adalah keberhasilan kita dalam menjaga keistiqomahan hati untuk selalu menyembelih keegoisan diri. Sehingga dapat menjalani hidup dengan penuh rasa keberbagian yang tulus dan utuh kepada sesama, selamanya! Amin. (tulisan disarikan dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar